Monday, March 28, 2011

bagaimana jika setan menggugat?

Siang ini, seperti hari-hari biasanya, aku killing time (*tsaaaahh) dengan ngebaca timeline twitter. Dan sampailah aku ke twitter seseorang yang menyebut dirinya @gembrit. 
Dari blog-nya gembrit ini aku dapet gambar komik karya Aji Prasetyo yang bisa memberikan sedikit sentilan mungkin buat kita semua.

Mari kita baca bersama....












Ada yang ngerasa tersindir? Kebangetan kalo ngga. :D

Friday, March 25, 2011

Pengingat dari Sang Kuasa

Aku ingat suatu peristiwa ketika aku sedang dalam perjalanan menuju kampus.

Ketika aku sedang mengeluh dalam hati tentang semua cobaan yang aku alami, yang aku rasa sangat-sangat berat, Allah mengingatkanku betapa hidupku masih sangat sempurna.

Siang itu, ada sepasang suami istri dan seorang anaknya. Mereka menaiki angkutan umum yang sama denganku.

Yang menarik perhatianku saat itu adalah anak itu. Anak kecil itu duduk di pangkuan ibunya. Anak itu masih sangat kecil. Wajahnya sungguh tanpa dosa. Ia memperhatikan orang-orang yang ada di depannya, namun beberapa saat kemudian, ia mengarahkan bola matanya ke atas. Hal itu terjadi berulang kali.

Ketika anak itu mulai mengulang-ulang gerakan matanya, aku menyadari satu hal. Ia cacat. Ya, anak kecil dengan wajah tak berdosa itu harus menerima keadaan fisiknya yang tidak sempurna, yang aku rasa diwarisinya dari sang ayah.

Aku diam-diam memperhatikan keluarga itu. San ibu memiliki kondisi fisik yang normal. Tapi sang ayah mengalami sedikit kelainan pada kedua matanya. Bola matanya terus mengarah ke atas. Dan malangnya, anak kecil itu mewarisi sifat genetis dari sang ayah.

Saat itu aku langsung tersadar dengan ke-tidak-tahu-diri-an-ku. Seharusnya aku lebih bersyukur pada Allah atas semua yang kesempurnaan dan keutuhan yang diberikan-Nya padaku. Aku masih lebih beruntung dibandingkan ayah dan anak tadi. Aku terlalu banyak mengeluh. Aku terlalu sering mengeluh akan segala hal. Seharusnya aku mensyukuri hal-hal kecil yang Allah berikan padaku. Ampuni aku Ya Rab..

Sunday, March 20, 2011

Aku lelah.

Pernahkah kalian merasa bersalah ketika sedang jatuh cinta?
Aku merasakannya. Ya, aku merasakannya selama kurang lebih satu tahun. Kalian pikir aku bodoh? Ya, aku rasa memang begitu. Bagaimana mungkin aku jatuh cinta pada seseorang yang sama sekali tidak kukenal? Aku hanya pengagum rahasianya. Tapi bukan “rahasia” lagi kurasa.

Semua orang selalu memintaku melupakannya. Lebih mudah bagiku untuk berkata “baiklah” atau “aku tidak benar-benar menyukainya, kok” dan sebagainya.
Pernahkah kalian merasa, lebih mudah untuk selalu berkata tidak, dibandingkan harus terus menjelaskan mengapa perasaan ini ada?

Terus terang, saat ini, aku tidak menginginkan pria lain dalam hidupku. Hanya untuk saat ini tentunya.
Aku lelah. Aku lelah dengan pria-pria yang hanya ingin bermain-main denganku. Aku lelah dengan mereka yang selalu pergi begitu saja.  
Aku lelah dengan semua sikap baik dan manis mereka. Semua itu palsu. Aku muak.

Aku mengenali diriku. Aku akan bisa melupakannya saat ada orang baru dalam hidupku. Maaf, ini bukan pelarian. Jangan samakan aku dengan pria-pria yang menyakitiku.
Aku yakin, suatu saat nanti aku akan melupakannya, dan berpaling pada seseorang yang benar-benar tulus padaku. 

Friday, March 11, 2011

dua pria itu

Thursday, March 10, 2011
9.15 pm

Malam ini, di perjalanan pulang, aku sadar tentang satu hal : kita harus berbuat baik pada siapapun.

The story is….

Aku duduk di bangku angkutan umum, seperti biasa, aku memilih bangku yang dekat dengan pintu keluar. Di daerah Terminal Ledeng, ada seorang bapak yang membawa dua buah keranjang anyaman yang besar, ditambah satu kayu panjang untuk menggotong keranjang-keranjangnya. Bapak itu mulai memasukkan barang-barang bawaannya ke dalam angkot, dia berusaha menaruh keranjangnya di bagian paling belakang angkot, dengan tujuan agar tidak mengganggu ruang gerak penumpang lainnya.

Aku memperhatikan bapak itu. Dia kurus sekali, berkulit sawo matang, dengan tinggi badan standar. Ia memakai topi bundar berbahan agak lemas dengan motif tentara. Topinya agak lusuh. Dari balik topi itu, aku bisa melihat helaian rambut keritingnya yang sudah mulai memutih. Ia menggunakan baju koko berwarna krem yang warnanya mulai berubah, dan sebuah celana bahan berwarna abu-abu. Ia duduk di depanku. Aku bertanya-tanya dalam hati, apa kira-kira isi keranjangnya itu. Ketika dia berbicara pada seorang perempuan di sanmpingnya, aku bisa mendengar dengan jelas kalau dia agak sulit berbicara. Suaranya agak tegagap. Hatiku terenyuh melihatnya.

Kemudian, beberapa saat kemudian, seorang pria yang lebih muda darinya, membawa sebuah keranjang plastik berwarna merah dengan sebuah kardus di dalamnya, naik ke angkot itu juga. Ia duduk di bangku kosong, tepat di samping bapak tadi. Ternyata mereka saling mengenal. Mereka mengobrol sepanjang jalan. Ketika angkot kami mulai memasuki daerah Lembang, pria yang lebih muda itu mengeluarkan 3 pack buah arbei dan memberikannya pada si bapak bertopi itu. Mereka terus mengobrol. Bapak itu lalu mengeluarkan beberapa plastik buah potong dari keranjangnya, dan memberikannya pada pria muda itu. Lalu pria muda itu mengeluarkan dua pack buah arbei lagi dan memberikannya pada bapak bertopi itu. Kemudian bapak itu mengeluarkan buah potongnya lagi dan memasukkannya ke kardus pria muda itu. Mereka terus melakukan itu secara bergantian. Aku tidak tau berapa banyak buah yang sudah mereka tukar.

Aku tertawa melihat mereka. Mereka lucu sekali. Dengan bahasa sundanya yang kental, mereka saling memberi buah barang dagangan mereka masing-masing. Lalu bapak itu melihatku selama sepersekian detik, dan ia mengulurkan satu pack arbei ke arahku, dan menaruhnya begitu saja di pangkuanku, sambil berkata “yeuh, neng..”

Aku kaget, aku berusaha menolaknya, tapi bapak itu tidak memperhatikanku, ia langsung mengambil satu pack arbei lagi dan menaruhnya di pangkuan perempuan yang duduk tepat di sampingnya. Aku melihat ekspresi kaget juga di wajah perempuan itu. Lalu aku dan perempuan itu saling bertatapan dan kami tertawa, lalu mengucapkan terima kasih pada dua pria itu.

Pria muda itu berkata, “gapapa neng, ambil aja. Bosen kalo pulang ke rumah, oleh-olehnya itu lagi, itu lagi..” aku hanya bisa tersenyum sambil berterima kasih lagi. Dua pria itu pun masih saja tersenyum.

Got it? Dua pria itu bahkan tidak mengenalku. Tadi adalah pertama kalinya kami bertemu. Bahkan kami tidak mengobrol. Tapi aku melihat dua hal. Pertama, kebaikan mereka pada orang yang mereka kenal. Kedua, kebaikan mereka pada orang yang sama sekali tidak mereka kenal. Aku sangat terharu. Bukan karena arbei yang mereka berikan padaku, tapi karena ketulusan mereka untuk berbagi pada sesama.

Saat aku sudah berpisah dari mereka, aku sadar bahwa rezeki itu bisa datang dari manapun dan dari tangan siapapun. Buah arbei tadi menyadarkanku bahwa aku harus berusaha menjadi orang yang lebih peduli kepada orang lain, dan bahwa untuk berbuat baik, kita tidak perlu melihat siapa orang itu. Berbuat baiklah kepada siapa saja. Sampai saat ini pun, aku masih tersenyum kagum mengingat dua pria itu. :-)

Aku menyertakan foto buah arbei itu :p






PS. Arbei adalah buah yang sering sekali aku curi dari rumah orang, yang sampai sekarang aku tidak tau siapa, ketika aku masih duduk di bangku sekolah dasar :D psssstt!