I don’t know what is so wrong with my life. Sekitar satu tahun (atau lebih) ke belakang ini, aku ngerasa hidup aku sangat kurang beruntung. Well, call me orang yang kufur nikmat. Sebenernya bukan sangat kurang beruntung juga sih. Karena sampe saat ini pun aku masih diberi kesempatan untuk bernafas dan melihat indahnya dunia. Oh, thanks God! Bahkan seharusnya aku bersyukur setiap detik karena keluargaku masih sangat utuh dan sehat walafiat.
Ya, kata-kata “sangat kurang beruntung” itu memang sangat hiperbolis. Karena faktanya memang aku masih sangat beruntung dibandingkan orang-orang yang jauh lebih tidak beruntung di luar sana. Hmm, mungkin aku cuma belum bisa nemuin kata-kata yang lebih tepat untuk mengekspresikan perasaan aku ini. Well, hancur mungkin? Ga tau lah, dan istilah itu juga ga terlalu penting kayanya, right?
Oke, mungkin aku mau sedikit cerita (don’t you ever believe me it will be “bener-bener sedikit” when I said “sedikit”). Semuanya berawal waktu aku lagi jadi pengurus inti Hima (Himpunan mahasiswa) di kampus. Waktu itu aku bener-bener super sibuk dengan semua rutinitas aku sebagai Kepala Divisi Human Resources and Development, dan juga dengan semua kegiatan-kegiatan Hima lainnya. Tapi jangan salah, bukan Hima ini ujung dari permasalahan aku. Aku bener-bener enjoy dengan semua kesibukan aku. Aku sama sekali ga ngerasa itu semua sebagai beban, karena aku punya orang-orang hebat di sekeliling aku. (hmm, sorry, sedikit mengenang masa-masa indah itu)
Tepat ketika aku jadi pengurus inti Hima itu, keluarga aku dirundung masalah. Hmm, mungkin aku ga perlu cerita detail masalahnya. It has been over a year ago and I’m totally tired to tell the details (again). FYI, masalah keluarga aku ini bener-bener bikin mental aku anjlok dan sejak saat itu rasanya (mungkin ada sedikit unsur sugesti) aku makin sering dikasi ujian yang berat.
Aku ga tau apa aku bener-bener masih inget semuanya. But, I’ll try.. Waktu itu aku nyoba daftar untuk jadi asisten dosen di kampus. Daaan, DITOLAK. Aku mulai menghubung-hubungkan ditolaknya aku itu dengan masalah keluarga aku. Haha, what a silliness! But seriously, waktu itu aku bener-bener ancur rasanya. Aku ngerasa ga berguna banget. Ya tapi itu kan masa lalu, jadi ya sudahlah.
Ada bagian penting yang rasa-rasanya aku lupa, di antara saat-saat itu dan sekarang. Dan aku bener-bener ga inget. Oke, langsung lanjut ke sekarang aja. Sampe sekarang mungkin kondisi keluarga aku belom bisa dibilang bener-bener baik. Tapi memang lebih baik dibanding waktu pertama kali masalah itu membombardir kami.
Sampe sekarang ini, entah udah berapa kali aku ngajuin beasiswa, dan semuanya ditolak. *sigh* Well, itu kesedihan aku yang lain. Satu hal lagi yang bikin aku bener-bener pengen ngejerit sekenceng-kencengnya, aku dapet nilai B- di salah satu mata kuliah utama yang syarat kelulusannya adalah B! Kenapa aku lebay pengen ngejerit? Karena mata kuliah itu harus aku ulang di semester 8. Sementara aku mestinya bisa beres kuliah semester 7. L
Sebelum nilai itu keluar, aku seneng karena kuliah aku bakal cepet beres dan aku bisa cepet cari kerja biar ga usah ngerepotin orang tua aku lagi, om tante aku, dan juga kakak aku. Tapi ternyata dunia itu sangat kejam sodara-sodara! Sekarang aku udah bisa menerima kalo aku harus kuliah sampe semester 8 dan harus mati-matian memperjuangkan nilai mata kuliah keramat itu.
Well, okay, everything happened for reasons, right? Dan aku percaya kalo semua kejadian buruk yang menimpa aku ini pada gilirannya nanti bakal digusur sama keajaiban-keajaiban yang mungkin ga pernah aku pikirin. Hmm, siapa tau biarpun waktu kuliah aku tambah lama, aku bisa dapet pacar yang baik dan ganteng. Hahaha (I wish).
Okay everyone, the lesson is, never regret for what you’ve got. Cause everything happened to you, bad things or a good one, there’s always a God’s hand inside. So, cheers for your life, and life will cheer you back! J Just enjoy every single day of your life, people! There will be no such day as today. Remember that! See you on the next post!